MARK  Attorney at Law

 

By : Mark Adrian Ambarita, SH., MH. / Founder MARK Attorney at Law

 

Bahwa, dalam perkawinan agama Islam Mahar merupakan salah satu syarat sahnya perkawinan tersebut yang harus diserahkan secara tunai serta hal lainnya yang telah disepakati oleh para mempelai, sebagaimana ketentuan Pasal 30 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menyatakan:

 

“Calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak”

 

Bahwa, secara mendasar pada saat dilangsungkan perkawinan, maka mahar perkawinan tersebut menjadi milik pihak perempuan. Penyerahan atau peralihan kepemilikan mahar perkawinan tersebut dapat ditangguhkan baik sebagian atau seluruhnya selama mendapatkan persetujuan dari pihak perempuannya dan apabila penyerahannya belum dilakukan  akibat adanya penangguhan maka hal tersebut menjadi utang dari pihak pria. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 33 KHI.

 

Bahwa, dalam hal belum sepenuhnya diserahkan kepada pihak perempuan maka hal tersebut tidak mengurangi sahnya perkawinan. Bahwa, untuk menambah informasi mengenai mahar dan sahnya suatu perkawinan, dalam hal mahar tersebut cacat atau kurang sebagaimana ketentuan Pasal 38 KHI, tetapi mempelai perempuan akhirnya menerima maka penyerahan mahar adalah tetap sah, namun sebaliknya apabila pihak mempelai perempuan menolak mahar tersebut karena baru diketahui setelah adanya perkawinan maka suami harus mengganti mahar tersebut dengan mahar lain yang tidak cacat/tidak kurang, dan selama penggantiannya belum diserahkan maka mahar dianggap masih belum dibayar. Dalam hal adanya perselisihan mengenai mahar terkait jenis ataupun nilainya yang tidak sesuai dikarenakan adanya hak tanggungan di atasnya, maka penyelesaiannya diajukan ke Pengadilan Agama.

 

 

Tags:

 

#maharkawin #mahar #perceraian #talak