MARK  Attorney at Law

By : Mark Adrian Ambarita, SH., MH. / Founder MARK Attorney at Law

 

 

Permohonan PKPU/Pailit adalah langkah hukum yang diajukan oleh minimal 2 (dua) kreditor terhadap suatu badan usaha/perorangan guna memenuhi hak-haknya. Apabila dimohonkan PKPU/Pailit terhadap perusahaan ataupun terhadap perorangan seringkali advokat yang menjadi kuasa hukum dari sisi termohon PKPU/Pailit menghadapinya dengan cara perdata umum. Senyatanya PKPU/Pailit merupakan ranah hukum perdata khusus. Untuk itu harus cara penanganannya juga secara khusus, dikarenakan apabila pembuktian dalam permohonan PKPU/Pailit dilakukan secara sederhana sebagaimana ketentuan dalam Pasal 8 Ayat (4) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK).

 

Berdasarkan pengalaman saya, dalam mengajukan permohonan PKPU sering kali mendapatkan lawan/kuasa hukum dari Termohon PKPU/pailit yang justru keliru dalam menanggapi permohonan tersebut. Keliru yang dimaksud adalah ketika kuasa hukum tersebut tidak memahami Hukum PKPU/Pailit secara teori dan terutama secara praktik. Kekeliruan yang sering terjadi adalah ketika kuasa hukum tersebut mengakui adanya utang namun nilainya tidak sama dengan nilai yang diajukan pemohon, tentunya jawaban ataupun respon atas termohon atas permohonan PKPU/Pailit seperti ini akan sangat merugikan kliennya. Mengenai perbedaan nilai tagihan bukanlah menjadi hal yang esensi dalam suatu permohonan PKPU/Pailit, karena perbedaan nilai tagihan akan dilakukan pada saat proses verifikasi apabila debitor telah dinyatakan dalam status PKPU/Pailit.

 

Dalam permohonan PKPU/Pailit sebaiknya debitor ataupun Kuasanya harus berkonsentrasi membuktikan senyatanya utang yang dimaksud oleh Pemohon tidaklah sederhana ataupun tidak memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (4) UUK melalui bukti-bukti yang ada. Dalam pembuktian permohonan PKPU Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (4) UUK merupakan syarat dipenuhi atau diterimanya Permohonan PKPU/Pailit oleh Pengadilan Niaga.

 

Selanjutnya, dalam hal setelah Debitor tersebut telah dinyatakan dalam status PKPU/Pailit maka langkah harus ditempuh adalah segera menyiapkan proposal rencana perdamaian sebaik mungkin dengan tujuan agar nantinya dalam melakukan voting terhadap proposal rencana perdamaian, proposal rencana perdamaian tersebut dapat diterima oleh Para Kreditor secara mayoritas sebagaimana ketentuan Pasal 151 (dalam hal Pailit) dan Pasal 281 (dalam hal PKPU).

 

Dalam penyusunan proposal rencana perdamaian juga dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal yakni mengenai cara penyelesaian utang terhadap para kreditor baik itu kreditor preferen, kreditor separatis dan kreditor konkuren. Penyelesaian yang dimaksud adalah apakah penyelesain utang-utang tersebut dilakukan dengan cara dibayar langsung lunas atau dicicil, lalu apakah utang-utang tersebut dapat dimintakan keringanan atau pengurangan kewajiban, jangka waktu penyelesaian utang-utang apabila ada skema dengan cara dicicil, apakah ada skema, grace period dan lainnya yang mana hal ini ditujukan supaya dalam melakukan presentasi untuk meyakinkan para kreditor akan proposal rencana perdamaian itu baik dan terjamin pelaksanaannya. Termasuk di dalamnya mengenai tatacara apabila debitor setelah perjanjian perdamaian di homologasi terjadi kesulitan dikemudian hari dapat diajukan juga persyaratan untuk mengajukan permohonan pembatalan terhadap perjanjian perdamaian tersebut. Oleh karenanya karena begitu rumit dan banyak aspek hukum yang diperlukan dalam penyusunan rencana proposal perdamaian dan cara meyakinkan para kreditor. Dalam hal seperti inilah dibutuhkan jasa seorang kuasa hukum yang tidak hanya sebagai advokat saja, namun juga memiliki sertifikasi sebagai Kurator/Pengurus dalam bidang hukum kepailitan agar tidak keliru dan salah langkah dalam menghadapinya.

 

 

Tags:

#kepailitan #permohonan # PKPU #debitor #pailit #prosespkpu #kurator #pengurus #hakimpengawas