M  A  R  K

Attorney at LaW

By : Mark Adrian Ambarita, SH., MH. / Founder MARK Attorney at Law

Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga/rumah tangga berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa yang dilakukan hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu serta dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, seringkali kita dalam perkawinan terjadi kegagalan sehingga berakhir dengan perceraian, berdasarkan ketentuan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, disebutkan bahwa perceraian terjadi karena alasan sebagai berikut:

  • Salah satu pihak berbuat zina, pemabuk, pemadat, penjudi, dan lainnya yang sukar disembuhkan;

  • Salah satu pihak meninggalkan pihak lain dua tahun berturut-turut tanpa seizin pihak lain dan tanpa alasan yang sah;

  • Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

  • Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang mengancam jiwa pihak lain;

  • Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang sukar disembuhkan sehingga tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami/istri;

  • Serta antara suami dan istri terjadi perselisihan dan pertengkaran terus-menerus sehingga tidak ada harapan untuk dirukunkan.

 

Dalam perkawinan bagi yang beragama islam, maka alasan perceraian berdasarkan Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah sebagai berikut:

  • Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

  • Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;

  • Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berar setelah perkawinan berlangsung;

  • Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;

  • Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri;

  • Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;

  • Suami melanggar taklik talak;

  • Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.

Untuk mengajukan gugatan perceraian juga diatur secara khusus, apabila pasangan yang ingin mengajukan perceraian beragama Islam maka diajukan di Pengadilan Agama sedangkan bagi Non-Islam maka pengajuan gugatan perceraian diajukan di Pengadilan Negeri.

 

Perlu diperhatikan juga pihak yang ingin mengajukan gugatan atau yang menjadi penggugat dalam mengajukan perceraian baik di Pengadilan Agama maupun di Pengadilan Negeri. Dalam hal seorang beragama islam ingin mengajukan gugatan perceraian terhadap suaminya maka diajukan di Pengadilan Agama tempat kediaman si istri, kecuali seorang istri tersebut dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin Tergugat. Dalam hal Penggugat bertempat tinggal diluar negeri, maka gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat dan apabila si Penggugat dan Tergugat bertempat tinggal di luar negeri, maka diajukan kepada pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

 

Dalam pengajuan perceraian tidak hanya dapat diajukan oleh seorang istri saja, namun seorang suami juga dapat mengajukan gugatan perceraian. Seorang suami yang menikah secara islam dalam mengajukan perceraian disebut sebagai Pemohon Talak. Sebagai pemohon talak seorang suami yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak di Pengadilan tempat kediaman Termohon (istri). Kecuali Termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman yang ditentukan bersama tanpa izin Pemohon. Dalam hal Termohon bertempat tinggal di luar negeri, permohonan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon. Apabila Pemohon dan Termohon bertempat tinggal di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

 

Selanjutnya, dalam hal pasangan yang akan melakukan perceraian beragama non-Islam maka pengadilan yang berwenang untuk memeriksa dan memutusnya adalah Pengadilan Negeri. Untuk perngajuan gugatan perceraian di Pengadilan Negeri maka hal yang harus diperhatikan adalah Gugatan cerai diajukan oleh Penggugat (baik Suami/Istri) di pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat. Kecuali Tergugat tidak diketahui kediaman sehingga gugatan harus diajukan di Pengadilan tempat kediaman Penggugat;

Dalam gugatan perceraian juga terdapat mengenai hak asuh anak, oleh karenanya diperlukan jasa seorang kuasa hukum untuk mewakilinya agar tidak keliru dalam mengajukan ataupun menghadapi gugatan tersebut.

 

Tags:

#perkawinan #perceraian #pengadilanagama #talak #pengadilannegeri